Oleh Asri Supatmiati, S.Si
Jurnalis, penulis buku-buku Islam.
Menjelang stiap hari raya Islam, apalagi yang diburu masyarakat kalau bukan busana muslim.
Ya, siapapun ingin menyambutnyai dengan busana takwa terbaik. Tak
heran jika jauh-jauh hari sebelum hari H tiba, aneka trend busana
muslim digeber, baik oleh perancang, butik, produsen garmen maupun para
pengusaha pakaian jadi. Lantas, busana seperti apa yang akan menjadi
trend tahun ini?
FENOMENAL
Fenomena
fashion busana muslim Indonesia berkembang pesat, dari kelas bawah
sampai elite. Festival-festival busana muslimah nasional maupun di
tingkat provinsi cukup semarak. Banyak desainer dan pengusaha busana
muslim memanfaatkan peluang pasar. Beragam model gamis, baju potongan
dan kerudung disesuaikan dengan segmen pasar.
Lihat saja,
saat kita berkeliling di pasar-pasar tradisional, baju-baju penutup
aurat dipajang di sana-sini. Harganya cukup terjangkau oleh masyarakat
kelas menengah bawah. Demikian pula ketika menginjakkan kaki di mal-mal.
Butik-butik busana muslim selalu menampilkan koleksi terbarunya. Bahkan
dengan klik internet di rumah, kita sudah bisa berkunjung ke ribuan
butik online untuk memilih busana muslimah idaman. Kalau cocok, tinggal
order.
Yang lucu,
kiblat busana muslim masyarakat kita adalah para artis. Kalau artis itu
sudah “tobat”, sehari-hari memang telah mengenakan busana muslimah,
masih dimaklumi. Seperti meniru gaya berkerudung Inneke Koesherawati,
Chece Kirani, Astri Ivo, Zaskia Adyamecca atau Marshanda. Pasalnya,
banyak di antara merek busana muslimah yang sengaja menjadikan para
artis itu sebagai ikon untuk melariskan jualannya. Seperti model baju
hoodi ala Puput Melati yang sedang trend, kerudung ala Marshanda dan
lain-lain.
Yang aneh, kalo
meniru cara berbusana muslimah artis, padahal notabene sehari-hari
mereka tidak biasa mengenakan busana menutup aurat. Misal lagi trend
gamis Syahrini. Kita tahu, Syahrini identik dengan imej seksi dan make
up tebal. Sangat tidak islami tentunya. Tapi begitulah, masyarakat
ngikut aja.
Yang paling
konyol, ada brand kerudung yang dilabeli dengan “gaya Kate Midleton”.
Alamak, sejak kapan Midleton menutup aurat? Lebay banget ya?
AWAS KORMOD
Sebagai
muslimah, kita harus bijak menyikapi trend mode, branded dan budaya
glamour. Jangan terjebak di dalamnya, apalagi jika tidak memenuhi
kriteria busana syar'i.
Apa yang menjadi trend, tak selamanya bagus kita ikuti. Juga, tak
selamanya cocok dengan kepribadian kita, postur tubuh, warna kulit dan
sebagainya.
Semisal, bagi orang tinggi semampai, mengenakan gamis Syahrini,
atau hoodi Puput Melati, mungkin menambah cantik. Tapi kalau postur
tidak mendukung, lalu memaksanakan memakai gamis Syahrini, apa jadinya
ya? Itulah nasib mereka yang disebut korban mode (kormod).
Lagipula kalau
dipikir-pikir, yang namanya trend mode busana, pastinya model yang
banyak diikuti masyarakat. Artinya, berbusana sesuai trend berarti
mengenakan busana yang (maaf) 'pasaran'. Coba saja perhatikan, nanti pas
Lebaran, saat bersilaturmi dengan kerabat dan teman, akan banyak kita
temukan orang-orang yang berbusana dengan model “seragam”, hanya beda
warnanya saja.
Hitung, berapa banyak yang mengenakan gamis Syahrini,
atau Hoodie Puput Melati misalnya, pasti tidak satu dua, melainkan
banyak. Namanya juga sedang trend, jadi semua orang berlomba-lomba
mengenakannya. Lalu apa istimewanya busana kita kalau serupa dengan
orang lain?
TRENDY DAN SYAR'I
Sesuai
taglinenya 'busana muslim' tentunya harus memenuhi kriteria sebagai
busana takwa sesuai yang disyariahkan Islam. Jangan sampai semangat
mengenakan busana muslim terbelokkan hanya demi trend. Artinya, mengejar
trend boleh, asal syar'i. Sebab, memang itulah tujuan kita mengenakan
busana muslim, yakni ridho Allah SWT. Jadi jangan dibalik, yang penting
trendy, mau syar'i atau tidak urusan belakangan.
Nah, sebetulnya
bagaimana syarat busana muslimah yang syar'i ini? Di sinilah kaum
muslimah di Indonesia kerap salah kaprah memaknai “busana penutup
aurat.” Memang benar, hampir seluruh masyarakat paham bahwa muslimah
diperintahkan menutup aurat, yakni menutup seluruh tubuhnya kecuali muka
dan telapak tangan.
Lalu perintah
ini dijalani dengan mengenakan pakaian apa saja yang penting kulit tubuh
--kecuali muka dan telapak tangan-- tidak terlihat. Seperti mengenakan
celana jeans, celana pensil ketat, lengan ditutup manset panjang, plus
kaos oblong. Lalu rambut ditutupi kerudung yang sekadar dililitkan di
leher sampai ke belakang.
Apakah itu
syar'i? Dari sisi menutup aurat, bisa jadi sudah tertutup. Hanya, bagi
muslimah, diperintahkan untuk mengenakan jilbab dan kerudung. Ini pula
yang terjadi salah kaprah, hingga rancu antara jilbab dan kerudung.
Kebanyakan masyarakat mendefinisikan “jilbab”
sebagai kerudung penutup kepala. Padahal, definisi jilbab yang benar
adalah baju terusan yang mengulur dari tubuh bagian atas hingga ke dasar
(bawah). Orang Indonesia menyebut pakaian seperti ini gamis. Jadi,
jilbab itu sebenarnya ya gamis itu.
Ini berdasarkan
firman Allah SWT surat Al-Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang
mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan
oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan Allah SWT Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Ada kata “ulurkanlah jilbab ke seluruh tubuh”, artinya jilbab itu pakaian penutup tubuh, bukan penutup rambut/kepala. Definisi jilbab
seperti di atas, tidak bisa ditukar dengan definisi kerudung (bahasa
Arabnya kerudung adalah khimar). Logikanya sama dengan definisi kebaya
yang tidak bisa ditukar dengan kemeja. Karena kebaya sudah merujuk jenis
pakaian tertentu, demikian pula kemeja.
Itu sebabnya, perintah menutup tubuh dengan jilbab, beda dengan perintah untuk menutup rambut dengan kerudung.
Perintah mengenakan kerudung sendiri ada di dalam nash Alquran surat An-Nur ayat 31:
“Dan katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman: ’Hendaklah mereka menahan
pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan khumurnya ke dadanya…’” (An-nur:31)
Jadi, khimar
alias kerudung harus diulurkan sampai ke dada. Itulah syarat kerudung
yang syar'i. Sedangkan jika tidak menutup dada, seperti dililitkan di
leher, berarti belum memenuhi kriteria busana takwa.
Dengan demikian, kesempurnaan menutup aurat dengan pakaian muslimah yang syar'i adalah jika mengenakan jilbab/gamis sekaligus kerudung yang menutup sampai ke dada. Demikianlah pemahaman yang benar.
MUSLIMAH KAFFAH
Mungkin akan
ada yang menilai pemahaman seperti di atas terlalu ekstrim, kaku dan
mengekang kreativitas dalam berbusana. Bahkan ada yang mendefinisikan
“yang penting hatinya dijilbab”, walaupun tubuhnya tidak tertutup
auratnya. Tentu saja, semua itu dikembalikan kepada keimanan dan
ketakwaan masing-masing.
Karena, mungkin banyak yang berpikir, tak mudah “berhijrah” dari busana trendy ke syar'i. Trend mode
begitu menggoda, sementara model jilbab/gamis dianggap tak menarik.
Tapi, itulah ujian kita sebagai muslimah, apakah benar-benar ingin
menjadi muslimah kaffah atau tidak.
Mudah-mudahan
kita termasuk yang siap mengenakannya. Kalau tidak tahun ini, barangkali
Lebaran tahun depan. Dan bagi yang sudah mengenakan busana muslimah
secara sempurna, semoga diberi keistiqomahan untuk menjadikannya trend
bersama yang tak kalah dengan busana trendy lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar